Good-bye Days

KANRA

 

            Senyuman terukir indah diwajah cantik gadis berkuncir kuda itu. Bola Matanya yang berwarna hitam senada dengan warna rambut indahnya menatap bahagia lelaki yang tertidur dipundaknya. Menurutnya wajahnya saat tertidur begitu manis dan polos. Dengkuran kecil dan igauan yang sedari tadi dilontarkan lelaki itu, membuat gadis disebelahnya tertawa kecil.

Gadis itu, Sophia, melirik arloji ditangan kanannya. Sudah 3 jam lamanya lelaki dipundaknya tertidur dan Sophia masih enggan untuk membangunkannya. Sebenarnya ia cukup merasa lelah menahan separuh berat dari lelaki itu. Tapi Sophia sadar, rasa lelah yang ia rasakan saat ini tak sebanding dengan rasa lelah yang dialami lelaki itu. Lelah karena selalu menjaga dirinya, seseorang yang selalu lemah dan tak berdaya.

Tangan Sophia kemudian mengelus surai hitam milik lelaki itu. Senyuman manisnya terukir seketika. “Terima kasih, Kevin.”

Sophia merasakan lelaki disebelahnya menggeliat. Lelaki bangun dari pundak Sophia dan mengerjapkan matanya pelan , berusaha mengumpulkan setengah kesadaran setelah bangun dari tidurnya. Mata indah lelaki itu, yang sudah sepenuhnya sadar, menatap orang yang berada disebelahnya. Senyuman tipis terbentuk dari bibir tampannya. “Sophia.” Ucapnya lembut.

“Akhirnya kau bangun. Kau seperti pangeran tidur saja.”

Kevin merasa bingung dan memiringkan sedikit ke kanan kepalanya. “Pangeran tidur? Memangnya ada?” tanya Kevin.

Seketika tawa Sophia pecah. Betapa polosnya lelaki didepannya ini.

 “Tentu saja.”

“Ngak ada! Yang ada putri tidur!”

“Ada kok! Itu” Sophia menunjuk ke arah depannya.

Kevin mengikuti arah tunjukkan Sophia. Kemudian ia sadar, itu dirinya. Bodohnya dirinya yang tidak menyadari itu. Lalu ia menatap Sophia. Gadis itu tengah menertawakannya. Merasa dipermainkan, Kevin ingin membalas. Tiba-tiba sebuah ide konyol terlintas dipikirannya.

“Sudah puas tertawanya, Nona?” seringai muncul di bibir kevin. “Sebenarnya aku sedikit penasaran.” Kevin mendekati Sophia, menghapus jarak darinya.

“Ini terlalu dekat, Kevin!” Sophia mencoba mendorong agar tak terlalu dekat denganya. “A-apa yang mau kau lakukan?” omel Sophia.

“Aku? Aku hanya ingin bertanya.” Kevin berhenti di depan wajah Sophia. Wajah cantik itu mulai merona merah.

Kevin senang melihatnya, ternyata sang putri sudah masuk dalam permainannya. “Jika aku pangeran tidur, maukah sang putri menciumku.”

Sophia merasa jengkel dengan tingkah Kevin. ’Apa lelaki ini masih tertidur dan mengigau?’ gumannya. Gadisiru lantas mencoba memukul Kevin, tapi dengan mudahnya lelaki itu menangkap kedua lengannya. Seringai kevin semakin menjadi karena mandapat perlawanan.

“Aku pangeran, aku menunggu untuk dicium loh.” Goda kevin.

Sophia merasa wajahnya semakin memanas. “Dasar Kevin genit!” omelnya.

Sekuat tenaga Sophia mencoba mendorong Kevin. Tidak mudah memang, tubuhnya yang lemah tak dapat menandingi kekuatan pria itu.

“Mau kabur, eh?” Kevin makin medekatkan wajahnya. Sophia ketakutan.

Dengan sisa tenaga yang ada, Sophia menendang kaki Kevin, beraharap usaha terakhirnya berhasil. Usahanya tidak sia-sia, lelaki itu jatuh tersungkur dan kesempatan emas itu dimamfaatkannya untuk kabur.

“Aku benci Kevin!” Teriaknya ketika sudah jauh dari Kevin.

Tawa Kevin pecah seketika. Membuat gadisnya malu adalah hal terlucu yang pernah ia lihat. Salahkan Sophia sendiri yang memulainya.

Kemudian ia menghela nafas panjang. Hari ini ia merasa begitu bahagia.  Sudah 3 hari sejak Sophia sadar dari komanya. Hari ini ia mengajak gadis itu berkencan sembari memainkan gitar di bawah pohon Mapple di dekat danau kecil di rumah sakit tempat Sophia dirawat.

Kevin mangambil gitar milik Sophia, yang tuannya sudah kabur ke rumah sakit duluan. Teringat dengan lagu yang mereka nyanyikan tadi siang, Kevin duduk sebentar dan mulai memetik gitar itu. Senyuman mengembang dibibir lelaki tampan itu saat mendengar melodi yang ia ciptakan. Melodi indah dari sebuah lagu favorit mereka berdua.

Yui  Good-bye Days.

*************************

Sophia menggeram dalam tidurnya. Kepalanya tak berhenti bergerak kesana-kemari seperti menahan kesakitan. Keringat tak henti-hentinya bercucuran diwajah manisnya. Tangannya terus saja mencengkram bagian atas bajunya, tepat pada bagian jantungnya. Berusaha  menahan segala rasa sakit dengan menggigit bibir bawahnya.

Kevin merasa sangat lapar, ia memesan 2 piring nasi goreng sekaligus. Kevin awalnya ingin makan di kantin rumah sakit ini, tapi perasaannya mengatakan harus segera kembali ke kamar Sophia. Setelah menerima kembaliaan, kevin langsung bergegas kembali dan bergarap tak terjadi apapun pada Sophia.

Kevin yang baru hendak masuk ke dalam kamar inap Sophia, dikejutkan saat melihat sesuatu yang salah pada Sophia pada kaca kecil di depan pintu. Dengan kasar ia membuka pintu. Segera kevin mendekati Sophia dan berusaha menenangkannya dengan memeluknya.

''Tenanglah Sophia. Aku disini.'' Bisik Kevin seraya mengelus surai Sophia.

''Sakit!'' Hanya satu kata itulah yang dapat diucapkan gadis itu. Kata yang dapat menggambarkan keadaannya sekarang. Kevin mulai merasa cemas, lalu keluar dan segera mencari dokter. Entah sudah berapa banyak orang yang ditabraknya.

Tiga puluh menit stelah berlalu. Sophia memang sudah tenang, tapi Kevin masih saja merasa cemas. Sebelumnya hanya infus yang terpasang ditubuh gadis itu, tapi sekarang sudah bertambah. Alat pemacu jantung, ventilator, terpasang rapi ditubuh lemah itu. Serta monitor EKG yang setia memantau keadaan jantungnya.

“Tolong jaga anak ini.” Perintah dokter kepada kevin.

“Baiklah dok” jawab kevin dan dokter segara keluar dari kamar Sophia. 

Kevin mendekati Sophia. Digengamnya lembut tangan gadis itu. Merasa pelupuk matanya sudah sangat berat, seketika cairan bening itu meluncur bebas. Kevin menangis. Menangisi kebodohannya yang pergi keluar, dan membuat pacarnya hampir mati jika ia tak segera kembali.

“Maafkan aku.” Isak kevin.

“Aku memang bodoh. Maafkan orang bodoh ini.” Kevin mempererat genggamannya. Berbagi hangat tangannya, kepada tangan dingin Sophia. Ia menutup mata, berdoa kepada Tuhan agar keajaiban terjadi. Setelah itu matanya mulai berat, lalu ia tertidur disamping Sophia.

**************************

Sophia merasa berada ditempat asing. Sejauh mata memandang, ia hanya dapat melihat hamparan padang rumput. Anginnya begitu sejuk membuatnya sangat nyaman. Ia memejamkan matanya menikmati sentuhan angin sejuk tersebut.

“Apa kau merasa nyaman?” Sebuah suara mengagetkan Sophia. Ia membuka matanya dan berputar mencari dari mana sumber suara tersebut.

“Siapa?” Tanya Sophia

“Ini aku sayang.” Sophia menoleh kebelakang. Betapa tekejutnya Sophia. Sosok yang ia rindukan selama ini berada didepannya.

“Mama!” Sophia lantas memeluk mamanya. “Aku rindu.” Ucapnya.

Mamanya membalas pelukan Sophia dan mengelus surai anaknya itu. “Mama juga rindu kamu, sayang.” Lalu wanita parubaya itu mencium kening putrinya.

“Kita ini dimana, Ma?” Sophia tampak kebingungan.

”Ini disurga, sayang.” Jawab mamanya.

“Surga? Jadi, apa aku sudah mati, ma?” Sophia tertunduk sedih.

Mama menggeleng. “Entahlah sayang.” Lalu wanita itu tersenyum “ Apa ada satu urusan yang belum kau selesaikan sayang?”

“Iya ma.” Sophia terseyum “Aku belum berpamitan pada seseorang.”

Mamanya tersenyum. “Bangunlah sayang. Buatlah orang itu bahagia. Kau hanya dapat kesempatan satu hari.”

“Benarkah, ma?” Sophia tampak bahagia. Mamanya hanya mengannguk. Senyuman mengembang Sophia

“Baiklah ma. Akan ku buat dia bahagia.”

*********************************

Kevin membuka matanya saat sinar matahari mulai menampakkan sinarnya dibalik hordeng kamar inap Sophia. Perlahan kedua iris hitam milik Kevin menampakkan keindahannya. Ia mengerjap perlahan dan terkejut melihat ranjang didepannya sudah kosong. Kemana Sophia?

“Sophia” teriak kevin.

“Kau sungguh berisik Kevin.” Sophia keluar dari kamar mandi. Lalu kevin menghampiri Sophia dan memelukknya. “Bersiaplah pangeran. Ini akan menjadi hari yang panjang.” Bisik Sophia kepada Kevin.

“Hah?” kevin tampak bingung.

“Tidak ada waktu, ambil jaketmu. Ayo kita pergi sekarang.” Ajak Sophia.

“Tapi kau harus cek kesehatan dulu.”

“Tidak perlu. Aku baik-baik saja.” senyuman tulus terukir dibibir Sophia. Ditariknya tangan kevin agar mengikutinya. Tak banyak waktu yang punyanya.

Mereka terus berlari sampai halte bus lalu menaiki bus dan menuju salah satu taman hiburan.

Sophia menunjuk kearah depan. “Pertama kita akan bermain ini.”

“Roller coaster? Apa kau yakin? Ini akan membuat jantungmu sakit.”

“Yaps. Ini impianku sejak kecil. Tenang saja, anggap aku tak punya penyakit apapun saat ini.”

“Tidak sophia! Sebaiknya kau menyayangi nyawamu.”

“Pokoknya hari ini kau harus nurut, kevin! Kau anggap saja ini…” Sophia berbisik pada kevin “hari terakhirku.”

Lalu Sophia berjalan ke area permainan itu dan meningkalkan Kevin dengan muka penuh keterkejutan. Lalu langkah kakinya menyusul Sophia yang kini tengah mengantri tiket. “Baiklah! Tapi berjanjilah. Ini bukan hari terakhirmu.” 

Sophia tersentak. Sedikit rasa sakit menjulur dihatinya. Ditatapnya wajah cemas lelaki itu. Sophia mengganguk cepat. Sedikit berbohong bukanlah sebuah masalahkan?  Tujuannya kembali hanya satu, membuat Lelaki didepannya bahagia. Bagaimanapun caranya.

“Ah, yang tadi sangat mengasikkan. Aku akan mencobanya lain kali.” Ucap Sophia senang sehabis main roller coaster. Kevin di sebelahnya hanya memandang bingung. “Apa kau baik-baik saja?” tanya kevin.

Sophia mengganguk cepat. “Jangan khawatir. Hari ini aku benar-benar merasa sehat.” Kevin hanya tersenyum melihatnya. Sepertinya ia harus mempercayai omongan pacarnya itu.

“Selanjutnya apa?” kevin mulai bersemangat.

“Bagaimana kalau ‘Giant Swing’ ?” saran Sophia.

“Baiklah. Ayo kita lomba lari kesana.”

*********************************

Sophia menunggu Kevin dibawah pohon Mapple tempat favorit mereka. Sambil mendegarkan lagu ‘Good-bye Days’  dari earphone miliknya, ia menutup matanya merasakan hembusan angin sore dihari terakhirnya.

Hari ini sangat begitu menyenangkan. Setelah puas bermain ditaman bermain, mereka pergi ke salah satu Mall dan Kevin membeli kalung couple untuk mereka. Kalung berbentuk hati bila keduanya disatukan. Ditatapnya sebelah bagian dari kalung itu. Ini salah, jika Kevin menyimpan benda ini maka Kevin takkan bisa bahagia. Ia harus melakukan sesuatu.

“Sedang melamum putri?” Kevin muncul dari belakang Sophia dan memberikan vanila milkshake pesanan Sophia. Ditatapnya gadis itu karena tak memberi respon. “Apa kau sedang tidur?” Kevin menguncangkan tubuh Sophia. Mata gadis itu terbuka dan menatap dingin kevin.

“Ikut aku.” Sophia menarik kevin ke pinggir danau dekat pohon Mapple.

“Apa?” tanya kevin malas. Tiba-tiba Sophia melemparkan kalung baru ia berikan kedalam danau. “Apa yang kau lakukan?” bentak Kevin.

“Kau juga, lempar kalung itu.” Ucap sophia dingin.

“Sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang terjadi dengan sikapmu?” Kevin mulai murka. Dilihatnya gadis itu enggan menatapnya. “Tatap aku, Sophia!”

Kevin memutar kepala Sophia agar dapat menatapnya. Betapa terkejutnya Kevin melihat Sophia. Gadis itu tengah menangis.

“Tidak boleh. Kau tak boleh menyimpannya.” Teriak Sophia.

“Kenapa? Apa kau sudah tak mencitaiku lagi?” balas kevin.

Sophia mneggeleng cepat. Nada suaranya melembut. “Aku mencintai mu. Semalanya akan terus begitu.”

“Lalu buat apa aku harus membuang kalung ini? Sudah kukatakan, ini lambang cinta kita.”

“Aku tau. Tapi akau tak ingin kau terus bersedih jika aku mati nanti. Jika benda itu masih berada padamu, selamanya kau tak akan bisa melupakanku.”

Plak. Sebuah tamparan mendarat dipipi Sophia. Ia tak percaya, Kevin yang menamparnya dan menatap dingin matanya.

“Apa kau bilang? Mati? Takkan kubiarkan kau mati. Kan kupastikan kau sembuh total!” ucap kevin dingin.

Sophia yang mendengarnya sontak menangis lagi. Kevin begitu mencintainya. Tapi ia tak punya banyak waktu lagi.

“Kevin, jika aku mati. Apakah kau akan menangis dan bersedih?”

“Sudah kubilang, aku takkan membiarkan kau mati!”

“Misalnya saja. Apa yang akan kau lakukan?”

“Aku? Mungkin aku akan segera menyusulmu.” Jawab Kevin.

Sophia terkejut mendengar jawaban Kevin. Tidak! Kevin tak boleh melakukan itu.

“Apa kau mencintaiku Kevin?” tanya Sophia.

“Tentu. Dan selamanya begitu!”

“Jadi, maukah kau berjanji padaku. Jika aku mati esok kau-“

Kevin memotong kalimat Sophia. “Takkan ku biarkan.”

Sophia terkekeh mendengar jawaban Kevin. “Jadi, kau ingin menentang takdir Tuhan?” Kevin  seketikaterdiam.

“Jika aku mati esok hari, berjanjilah kau takkan menangis dan terpuruk apalagi menyusulku. Akau akan tenang  jika kau mau menepati janjimu!”

Kevin tidak terima . “T-tapi….”

“Tidak ada tapi-tapian!” potong Sophia. “Aku sangat mencintaimu Kevin.” Kemudian Sophia mengecup bibir Kevin. Begitu singkat tapi sungguh memabukkan. Itu ciuman pertamanya yang ia berikan pada cinta sejatinya. Kevin tak mampu lagi menahan air matanya. Ia menangis lalu memeluk Sophia sangat erat. “Aku juga mencintaimu. Selalu.” Bisik Kevin.

*********************************

Kevin duduk paling depan, didekat jenazah pacarnya, Sophia. Ia tak menangis. Bukan karena ia tak lagi mencintainya, tapi itulah permintaan terakhir Sophia. Kevin berjanji akan selalu menepati janji itu. Karena ia begitu mencintai gadis yang selama ini membutnya bahagia.

“Aku mencintaimu. Selalu.” Ucap Kevin menatap wajah tenang Sophia.

Kevin berdoa pada Tuhan, agar suatu hari nanti, entah kapan dan dimana, ia ingin kembali lagi kepelukkan Sophia. Dan membuat gadis itu tersenyum selamanya.  

0 Comments