Happy Birthdays
(widia oktarianti)

        Kevin memandang datar kue ulang tahun diatas meja didepannya. Kue yang berhiaskan buah stroberi yang berada disekelilingnya sangat amat menggoda untuk dicicipi dan jangan lupakan lilin angka 21 yang menyala diatas kue berbentuk hati itu, seolah mengajaknya untuk segera mematikan api diatasnya. Lalu lagu ‘selamat ulang tahun’ yang seraya tadi dinyanyikan oleh teman se-klubnya sama sekali tidak diberi tanggapan oleh sang pemilik pesta.

“Oh, ayolah Kevin! Ini sudah kedua kalinya kami menyanyi, dan kau sama sekali belum meniup lilinnya?” salah satu temannya, Alex angkat bicara. Memang ini pesta dadakan dan kevin benar-benar tidak diberi tau apapun, tapi setidaknya ia bisa menghargai dengan meniup lilin saja, kan?

“Maaf” hanya satu kata keluar dari pemuda itu. Pemuda yang memakai kaos oblong hitam dan celana setengah tiang yang notabenenya sang pemilik pesta itu menatap teman-temannya . “Jadi, haruskah kutiup sekarang? tanyanya.

Teman-temannya hanya menghela nafas melihat tingkah laku pemuda itu.
“Terserah deh!” ucap mereka pasrah. 

“Lakukan apapun yang kau mau. Ini pestamu!”

Kevin terlihat berpikir sejenak. “Hm, dapatkah kalian menyanyi satu kali lagi?” pintahnya dengan menujukkan senyuman polos tanpa dosa miliknya yang dapat membuat banyak wanita yang melihatnya jatuh hati padanya.

Teman-temannya hanya dapat berdengus kesal. “Oke, tapi jika kali ini kau tidak meniupnya lagi, kami akan benar-benar menghajarmu, ketua!” ucap Lucas, salah satu anggota klubnya. Sang ketua hanya mengangguk. Dan mulailah mereka bernyanyi satu kali lagi untuk sang ketua.

“Stop!” ucap Ben saat Kevin hendak meniup lilin.

“Sekarang apa lagi?” kevin mulai kesal dengan tingkah temannya. Tidak meniup lilin mereka marah, dan sekarang ia hendak meniup lilin malah dicegah.

“Make a wish dulu dong!”

“Make a wish?” kevin mulai bingung.

“Yaps! Buatlah harapan untuk tahun ini.”

Kevin mulai berpikir. Lalu ia mengangkat kedua tangannya untuk berdoa dan menutup kedua kelopak matanya. Ia berharap dalam hatinya. Tak banyak yang ia minta pada tahun ini. Hanya satu, sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

‘Aku harap Sophia sembuh dan dapat tersenyum seperti dulu lagi.’

Lalu ia tersenyum. Kedua kelopak matanya terbuka dan lalu ia meniup lilin yang kini sudah tak jelas wujudnya karena terlalu lama dinyalahkan. Teman-temanya bertepuk tangan gembira.

“Ayo, potong kuenya, Ketua.”

“Kami pengen cicip nih, kayaknya enak.”

“Jangan bikin malu, Freya!”

Kevin, sang ketua klub basket di Universitas Indonesia itu hanya dapat tersenyum memandang tingkah teman satu klubnya itu. Rencananya hari ini ia akan merayakan ulang tahunnya yang ke-21 ini dirumah sakit bersama sang kekasih, tapi acara dadakan yang diadakan temannya membuatnya mengulur waktu sedikit. Ia ingin segera  mengakhiri pesta dadakan ini dan segera bertemu dengan sang kekasihnya, Sophia.

“Baiklah, dapatkah kalian tenang. Aku akan memotong kuenya” kevin megambil pisau dan piring disebelah kue yang sebelumnya sudah disiapkan. Matanya memandang kue yang imut itu, berpikir bagian mana yang sebaiknya ia potong duluan. Dan ia menemukannya dan mengarahkan ujung pisau kesana.

“Berhenti disitu!” ucap seseorang yang ia rasa ada dibelakangnya.

Kevin berdengus kesal. Sekarang apa lagi! Dapatkah ia membuat ini lebih cepat. Sambil berpura-pura tak mendengar ia tetap melanjutkan acara potong kue itu.

“Kubilang berhenti disitu, Kevin! Kalian tak bisa mulai tanpa aku.”

“Apa lagi?” dengan malas kevin menoleh kearah sumber suara. Matanya mebulat sempurna saat melihat perempuan sang pemilik suara bediri didepan pintu sambil membawa bingkisan besar yang ia yakini itu kado untuknya.

“Sophia?” ucap Kevin terkejut.

Sophia hanya menunjukkan cengiran bodohnya. Lalu ia mendekat.

“Happy Birthdays, Honey” 

************

        Sophia menatap dingin pria dewasa didepannya. Pria yang memakai jas putih dan kacamata berbingkai hitam itu hanya dapat melipat kedua tangan dan menggelengkan kepalanya melihat apa yang baru saja akan dilakukan salah-satu pasiennya di minggu pagi yang cerah ini.

“Bisa kita hentikan drama murahan ini, Sophia?” perintah sang pria “Tak bisakah kau kabur dengan cara yang lebih aman? Lewat pintu mungkin?”

Sophia turun dari jendela dan mendekati pria tersebut yang beberapa menit lalu menggagalkan acara kabur lewat jendela kamar inapnya.

“Pintunya kau kunci, pak tua!”

Pria tersebut, Dokter Doni, membenarkan letak kacamatanya yang sedikit melorot kemudian senyum seringai menghiasi wajah tampannya.

“Ah, kau benar. Aku yang mengunci tempat ini.” Tangan Dokter Doni terangkat dan mencengkram tangan pasien didepannya. “Jadi, tetaplah bersikap manis sampai aku membuka pintunya.”

“Agh! Sakit bodoh” Sophia mengerang kesakitan. Tubuhnya yang kecil dan lemah tak mampu melawan kekuatan pria didepannya.  “Lepaskan!”

“Aku akan melepaskanmu dengan syarat jangan pernah lagi mencoba kabur!”

“Cih, kau tak bisa melarangku!” Seketika genggaman Dokter Doni semakin kuat

“Hentikan!” teriak Sophia. Tangannya yang bebas mencoba meninju pria itu dan dengan mudah ditangkis. “Kau ingin membunuhku, hah? Dasar dokter  jahat”

“Aku jahat begini demi kebaikanmu. Apa kau tak sadar bagaimana kondisimu saat  terakhir kali kau kabur, hah?”

Sophia terdiam. Ia teringat terakhir kali ia kabur. Mengunjungi festival dan lupa jam berapa sehingga tak ada lagi bus yang melintas. Sendiriaan, kedinginan, dan sesak dijantung  ia rasakan. Bahkan hampir mati di halte bus jika salah satu suster yang hendak pulang tidak melihatnya.

Tapi kali ini ia harus pergi! Mengunjungi pacarnya yang sedang berulang tahun. Seseorang yang selama ini mencintainya serta menjaganya. Tanpa disadari mata indah milik gadis itu mulai mengeluarkan cairan bening. Dokter Doni terkejut dan melepaskan genggamannya. Hati pria itu mulai luluh

“Kumohon. Sekali ini saja. Aku janji tak akan kabur lagi. Aku takut tak bisa merayakan ulang tahunnya tahun depan. Kumohon dokter.” isak Sophia
.
**********

Sophia menyuapkan potongan terakhir kue kedalam mulutnya. Kepalanya mengganguk cepat. “Kau benar, dokter itu hari ini bodoh sekali, kan?”

“Jangan bohong, Sophia! Mana mungkin alasan konyolmu diterima dengan mudahnya oleh dokter itu.”

Sophia mengembungkan pipinya. “Jika aku bohong mana mungkin aku disini, kan?”

Kevin tampak berpikir. “Tapi, dengan alasan konyol membeli takoyaki ditoko yang baru buka, mereka mengizinkan kau keluar?”

“Yaps. Itu benar”

“Oh, ayolah! Aku bahkan ingin mengajakmu ke taman di rumah sakit saja mereka mengomel panjang lebar.”

“Sudah kukatakan tadi, ada yang salah dengan otak dokter itu hari ini hehehe” cengir Sophia.

“Aku masih tak percaya. Katakan, kau kabur kan?” desak Kevin.

“Tidak, Kevin! Jika kau tak percaya, pacaran saja sana sama dokter itu!” Sophia kesal dari tadi Kevin tak percaya padanya. Memang kenyataannya ia diizinkan keluar, tapi gadis itu berbohong pada alasan mengapa ia diizinkan keluar.

Kevin menghela nafas. Ia tak pernah menang jika beradu argumen dengan Sophia. “Baiklah-baiklah. Aku percaya, nona”

Senyuman mengembang di bibir Sophia. Begitu cantik dan tulus dan sukses membuat hati Kevin berdetak lebih cepat. Kevin mengalihkan pandangannya. Merasa langit semakin gelap saja, kevin melirik jam ditangannya. “Sudah jam 10” gumannya.

Ia memandang pacarnya yang sedang asik membuka kado dari temannya dengan semangat. Senyuman terukir di bibir pria tampan tersebut. “Selalu semangat seperti biasanya. Andai selamanya kau terus begini.” ucapnya pelan.

“Hm? Apa kau mengatakan sesuatu, Kevin? Aku mendegar suara barusan.”

“Tidak ada kok. Ayo aku antar kerumah sakit. Sudah jam 10”

Sophia menggangguk dan mereka menuju garasi.

“Jadi, kau mau mengantarku dengan mobil?” tanya Sophia. Kevin hanya mengganguk sambil membuka kunci mobil.

“aku ngak mau pake itu!” omel Sophia.

“Sebenarnya jika aku punya limosin aku akan mengantarmu dengan itu, nona. Tapi sayangnya aku cuma punya mobil Sedan ini.”

“Bukan itu maksudku! Aku mau naik itu.” tunjuk Sophia  kearah samping mobil.

Kevin melirik kearah yang ditunjuk Sophia. “Sepeda?”

“Yaps!”
*********
Kevin sudah lama tidak main sepeda dan dengan mudahnya ia lelah.
“Jika kau lelah, biar aku yang mengayunkan sepeda ini.” tawar Sophia.
“Jangan meremehkan aku. Aku lelaki yang kuat”
Shopia hanya tertawa mendengarnya. “Selalu Percaya diri seperti biasanya, ya?”
“oh iya, tiga hari lagi aku ulang tahun loh.” Ucap Sophia
“aku tau” balas Kevin. “kau ingin apa kadonya?”
“Hm, apa ya?” sophia tampak berpikir. “Ah, Mr. Bunny versi Hula-Hula” ucapnya semangat. “Janji ya!” Dan ditanggapi dengan anggukan oleh Kevin.
“Yey, Aku mencintaimu, Kevin.” senyuman tulus terukir dibibir Sophia.

“Aku juga.” Balas kevin dengan senyuman.

Tiba-tiba mata gadis itu menatap sekilas toko es krim langganan yang sering mereka datangi dulu.

“Stop!” perintah Sophia.

“Apa?”

“Aku ingin itu!” tunjuk Sophia.

“Es krim? Lupakan! Tak baik makan eskrim malam hari.”

“Tapi aku pengen sekali.”

“Tidak.”
 
“Ayolah!” rengek Sophia.

“Tidak malam ini! Besok saja.”

“Pokoknya malam ini! Aku maunya malam ini titik.”

”Tapi, jika penyakitmu kambuh?”

“Tidak akan! Aku janji. Aku takut, ini permintaan terakhirku” ucapnya sambil menunduk.
Kevin terkejut mendengar ucapan sophia barusan. Permintaan terakhir?

“Baiklah! Tapi berjanjilah. Ini bukan permintaanmu yang terakhir”

Sophia tersentak. Mana mungkin ia bisa berjanji. Manusia tak pernah tau takdir yang diberikan Tuhan pada manusia. Sophia melirik Kevin, mata itu memancarkan kesedihan. Sophia tak ingin melihat mata itu sedih. Tak akan ingin. Dengan cepat gadis itu mengangguk dan tersenyum.

''Baiklah.''

*********

Suara tamparan mengema di depan ruang inap bernomor 201 atas nama Sophia Permata.
''Bukankah aku pernah mengingatkan padamu, jangan pernah memberi Sophia es krim dimalam hari” hardik sang penampar.

Yang ditampar hanya bisa diam tertunduk.

“Apa kau ingin dia mati, hah?” teriak sang penampar.

“Tentu tidak!” kini korban yang ditampar tak kali meneriaki orang didepannya.

“Kevin, sebagai pacarnya kau seharusnya bisa melindungi, bukannya memperburuk keadaan!”

“Sudah kuingatkan dia, dokter. Tapi ia bilang ini permintaan terakhirnya. Haruskah ku tolak?”

Dokter Doni hanya bisa terdiam mendengar ucapan terakhir Kevin. Perkataan yang sama dengan ucapan Sophia padanya tadi pagi. Lalu ia melirik Kevin, pemuda itu kini menangis sejadi-jadinya.

“Temani dia didalam. Aku rasa ia membutuhkan kau.” Ucap Dokter Doni lalu pria itu menghilang di gelapnya koridor rumah sakit.

Kevin masuk ke dalam kamar inap Sophia. Duduk di samping tempat tidur Sophia yang memang ada kursi di sana.. Tangan hangat milik Kevin menggegam tangan dingin milik Sophia.

“Bangnlah! Dan pukul aku yang bodoh ini!” pinta kevin. Air matanya kembali bercucuran. 

“Maaf aku tak bisa melindungimu.”
Mata Kevin melirik boneka yang dibawahnya dari apertemen Sophia sebagai teman di kamar inap yang membosankan ini. Boneka yang sama, tapi berbeda versi. Boneka yang selama ini menjadi favoritnya, Mr. Bunny.

“Bukankah kau ingin boneka  Mr. Bunny versi hula-hula itu saat ulang tahunmu?” Tangan kevin mengelus tangan Sophia.

“Jadi bangunlah. Akan kuberikan dua sebagai kado ulang tahunmu.” tangisan pria itu makin menjadi.

*********

Matahari mulai menampakkan sinarnya dibalik hordeng kamar inap Sophia di rumah sakit. Perlahan kedua iris hitam milik Kevin menampakkan keindahannya. Ia mengerjap perlahan dan bangun melihat keadaan seseorang yang sudah lima hari ditunggunya untuk sadar. Tapi tampaknya kedua bola mata milik orang itu masih enggan menampakkan keindahannya.

“Selamat pagi” ucapnya pada Sophia. Kemudian ia mencium kening putri tidurnya tersebut. Beharap sang putri tidur akan bangun dari tidur panjangnya.

“Pagi juga”

“S-Sophia?” Kevin bahka tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Tuhan menjawab semua doanya selama ini. “Terima kasih Tuhan.”

Kevin lantas memeluk erat Sophia. “Ada apa Kevin? Kau demam?” tanya Sophia bingung.

“Ya aku demam karena mencintaimu.”

Seketika wajah Sophia memerah. “Ngak usah lebai, ah.”

“Aku mencintaimu, aku mencintaimu”

“Iya aku tau.” Mereka melepas Pelukan.

“Walaupun ini terlambat, tapi Happy birthdays, honey”

“Ulang tahunku 3 hari lagi tau!”

“Oh iya, kau tertidur sudah lima hari. Jadi ulang tahunmu sudah terlewat.”

“Ah begitu ya!” lalu Sophia menatap Kevin. “apa kau yang menjagaku selama aku tidur Kevin?” tanya Sophia.

“Yaps. Aku pangeran Kevin yang menjaga putri Sophia selama ia tidur.” Ucap Kevin penuh semangat.

“Mulai lagi lebainya” Sophia lalu tersenyum tulus kepada Kevin. “Terima kasih pangeranku, aku sangat mencintaimu”

Lalu mereka berpelukan kembali. Sophia teringat satu hal.

“Oh, iya.” Sophia menjulurkan tangan seperti meminta kepada Kevin.
Kevin tidak mengerti maksudnya. 

“Apa?”

“Itu! Kadoku mana?” jawab Sophia

Matilah kau Kevin. Kau lupa membeli kado. “Ah, aku lupa membelinya” ucap kevin sambil menggaruk kepala bagian belakangnya.. “Maaf, ya?”

Sophia terdiam sejenak lalu tersenyum. 

“Sepertinya aku sudah menerimanya.”

“Hah?”

“Kau!” tunjuk Sophia pada Kevin. “Bukankah kau adalah Kado terindah yang Tuhan berikan padaku.”

Wajah kevin memerah lalu ia tersenyum tulus. “Kau juga. Kado terindah yang diberikan Tuhan padaku.”

Mereka berdua tersenyum, salalu tersenyum sampai akhir hayat mereka.

0 Comments